ANCANGAN KAJIAN WACANA (Teori Tindak Tutur, Sosiolinguistik Interaksional, dan Etnografi Komunikasi)



ANCANGAN KAJIAN WACANA
(Teori Tindak Tutur, Sosiolinguistik Interaksional, dan Etnografi Komunikasi)

TRI AGUSTININGSIH/ 156148
PBSI 2015 B

A.    PENDAHULUAN
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat  atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap dalam hierarki gramatikal dan disusun secara teratur dan membentuk suatu makna. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kajian wacana merupakan suatu piranti yang digunakan untuk proses penyelidikan atau mengkaji satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal.
Wacana mempunyai dimensi yang luas karena wacana diproduksi oleh masyarakat pemiliknya yang beragam dan kaya budaya. Untuk memahami secara mendalam dan tuntas diperlukan berbagai sudut pandang. Ada enam ranah kajian wacana, diantarannya: teori tindak tutur, teori sosiolingustik interaksional, teori etnografi komunikasi, teori pragmatik, teori analisis percakapan, dan teori analisis variasi.

B.     Teori Tindak Tutur

Searle (dalam Rusminto, 2010: 22) mengemukakan bahwa tindak tutur adalah teori yang mencoba mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Tarigan (1990: 36) menyatakan bahwa berkaitan dengan tindak tutur maka setiap ujaran atau ucapan tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu tujuan kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan keterangan tersebut, maka instrumen pada penelitian ini mengacu pa da teori tindak tutur.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah teori yang mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tuturnya dalam berkomunikasi.

Hal itu sejalan dengan yang dikatakan Searle (1969) bahwa berdasarkan fungsinya, tindak tutur dapat dibedakan atas tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Austin (1962) dirumuskan sebagai tiga buah tindakan yang berbeda, yaitu :

1.    Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu sebagaimana adanya atau The Act of Saying Something, tindakan untuk mengatakan sesuatu. (Chaer : 2010). Contoh :

Ø  Bencana terbesar di Tasikmalaya pada tahun 2010 adalah Gempa bumi.
2.    Tindak Tutur Ilokusi
Tindak tutur ilokusi selain menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan melakukan sesuatu, oleh karena itu disebut sebagai The Act of Doing Something (tindakan melakukan sesuatu) (Chaer : 2010). Contoh :
Ø  Ujian Nasional sudah dekat.
3.    Tindak Tutur Perlokusi
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur atau orang yang mendengar tuturan itu. Maka tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai The Act of Affective Someone (tindak yang memberi efek pada orang lain) (Chaer : 2010). Contoh :
Ø  Jum’at lalu saya tidak mengikuti perkuliahan karena mengikuti Work Shop.

C.    Teori Tindak Tutur sebagai Ancangan Wacana
Memfokuskan pada tuturan sebagai tindak, teori tindak tutur menawarkan ancangan analisis wacana yang disebut dibagi ke dalam unit-unit yang memiliki fungsi komunikatif yang diidentifikasi. Walaupun kami dapat mendeskripsikan tindak tersebut dalam kata lain misalnya sebagai realisasi wujud kaidah, sebagai produk hubungan bentuk fungsi, sebagai hasil perbedaan tekstual dan kondisi tekstual mengimpor tindak untuk wacana tersebut adalah bahwa mereka mengawali dan merespons ke arah tindak lain.
D.    Etnografi Komunikasi
Menurut Hymes (1974) dalam Deborah Schiffrin (2007: 184) istilah etnografi komunikasi sendiri menunjukkan cakupan kajian berlandaskan etnografi dan komunikasi. Cakupan kajian tidak dapat dipisah-pisahkan, misalnya hanya mengambil hasil-hasil kajian dari linguistik, psikologi, sosiologi, etnologi, lalu menghubung-hubungkannya. Fokus kajiannya hendaknya meneliti secara langsung terhadap penggunaan bahasa dalam konteks situasi tertentu, sehingga dapat mengamati dengan jelas pola-pola aktivitas tutur, dan kajiannya diupayakan tidak terlepas (secara terpisah-pisah), misalnya tentang gramatika (seperti dilakukan oleh linguis), tentang kepribadian (seperti psikologi), tentang struktur sosial (seperti sosiologi), tentang religi (seperti etnologi), dan sebagainya.
Konsep etnografi wicara di dalam sosiolinguistik menurut Hymes merupakan bagian dari kajian komunikasi secara keseluruhan.Untuk itu perlu dipahami beberapa konsep penting yang berkaitan dengan etnografi wicara. Deborah Schiffrin (2007: 261), Ancangan kajian etnografi terhadap wacana diperlukan untuk menemukan dan menganalisis struktur-struktur dan fungsi-fungsi dari komunikasi yang mengatur penggunaan bahasa dalam situasi tutur, peristiwa tutur, dan tindak tutur.
E.     Sosiolinguistik Interaksional
Definisi di pembahasan sosiolinguistik interaksional ini bukan definisi yang semestinya. Akan tetapi, definisi di pembahasan sosiolinguistik interaksional ini adalah pandangan atau lebih tepatnya sebuah kontribusi dari dua tokoh yang akhirnya bisa mengembangkan masalah sosiolinguistik interaksional. Dalam bagian ini, Deborah mendeskripsikan gagasan dasar sosiolingustik interaksional. Deborah mengawali dengan kerja Gumperz dan kemudian beralih ke kerja Goffman.


·         Kontribusi Antopologi: Gumperz
Sosiolinguistik komunikasi interpesonal Gumperz adalah pandangan bahasa yang secara sosial dan kultural dikonstruk sistem simbol yang digunakan sebagai cara yang merefleksikan makna sosial level-mikro (misal; identitas kelompok, perbedaan status) dan menciptakan makna sosial level-makro (apakah seseorang menuturkan da melakukan pada waktu yang tepat). Penutur adalah anggota kelompok sosial dan kultural: cara kita menggunakan bahasa bukan hanya merefleksikan identitas, dasar kelompok kita tetapi juga memberikan indikasi kontinu semacam siapa kita, kita ingin berkomunikasi apa, dan bagaimana kita tahu bagaimana melakukan. Kecakapan memproduk dan memahami prosesindeksikal itu menjadikan mereka tampak, dan dipengaruhi oleh, konteks lokal merupak bagian kompetensi komunikatif kita. Sebagaimana kita lihat pada bagian berikut ini, kerja Erving Goffman juga berfokus pada pengetahuan ditempatkan, penutur, dan konteks sosial, tetapi berbeda cara dan berbeda penekanan.      
·         Kontruksi Sosiolog: Goffman
Kerja Goffman sebagaimana memberikan elaborasi praduga kontekstual bahwa orang menggunakan dan mengonstruk selama proses menduga, dan sebagai tawaran pandangan makna dengan cara praduga tersebut secara eksternal dionstruk dan menentukan keterikatan-keterikatan eksternal pada cara-cara kita memahami pesan. Sebagian besar kerja Goffman yang terakhir pada penutur (1974; 1979) terbagun atasa pembagian awalnya melokasikan penutur di dalam kerangka kerja partisipan seperangkat posisi yang individu di dalam batas perseptual tuturan berada dalam hubungan ke arah tuturan tersebut. Goffman membedakan empat posisi atau status partisipan: Animator, Author, Figure, dan Prinsipal. Animator memproduk tuturan, Author menciptakan tuturan, Figure dipotret lewat tuturan, dan Prinsipal merespon tuturan.


DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Agustina, L. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Schiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIRANTI KOHESI DAN KOHERENSI

ANCANGAN KAJIAN WACANA (Teori Pragmatik, Teori Analisis Percakapan, dan Teori Analisis Variasi)

HAKIKAT WACANA DAN KEDUDUKAN DALAM LINGUISTIK